Jumat, 10 Juni 2016

LAPORAN TENTANG PENGOLAHAN LATEKS DI PT,BUDIDUTA AGROMAKMUR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada  tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004.  Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.  Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.  Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta.  Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta  ton.  Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan pendapatan petani melalui  perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini, perlu diadakan bantuan yang bisa  memberikan modal bagi petani atau perkebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.
Karet alam merupakan salah satu hasil pertanian yang penting karena memegang peranan penting dalam meningkatkan taraf hidup taraf hidup manusia, karena banyak menghasilkan devisa negara. Karet alam dihasilkan dari perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Umumnya karet rakyat bermutu rendah karena alat dan cara pengolahannya masih sangat sederhana.
Di Indonesia, sebagian besar perkebunan yang ada merupakan perkebunan rakyat. Namun, petani perkebunan rakyat ini sebagian besar tidak menentukan besarnya pengeluaran dalam pengusahaan karet, padahal karet alam  memerlukan penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan, apalagi jika harus dibandingkan dengan karet sintetis dimana harganya bisa dipertahankan supaya tetap stabil.
Karet alam menunjukkan harga yang tidak stabil karena makin meningkat produksi karet sintetis misal butty rubber (BR), styrene butadin rubber (SBR) dan lain-lain. Jenis karet sintetis ini mempunyai sifat-sifat khusus yang labih baik dibandingkan dengan karet alam. Oleh karena itu, perlu dipelajari sifat-sifat karet alam dan cara pengolahannya yang baik dan benar sehingga dapat menghasilkan karet yang berkualitas dan petani perkebunan karet dapat menghasilkan karet alam yang mampu bersaing dengan karet sintetis.

1.2.Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana cara pengoahan karet di PT AGROMAKMUR














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Tanaman Karet
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Oleh sebab itu upaya peningkatan produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya (Anwar, 2001).
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876. Tanaman karet pertama di Indonesia ditanam di Kebun Raya Bogor (Deptan, 2006).
Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia, namun saat ini posisi Indonesia didesak oleh dua negara tetangga Malaysia dan Thailand. Lebih dari setengah karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi beberapa juta ton karet alami masih diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer (Maryadi, 2005).
Tanaman karet ( Hevea brasilliensis Muell Arg ) adalah tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah ( lateks ) dan getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai (Santosa, 2007).
Tanaman karet berupa pohon dengan ketinggian bisa mencapai 15 m sampai 25 m. Batang tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi keatas. Batang tersebut berbentuk silindris atau bulat, kulit kayunya halus, rata-rata berwarna pucat hingga kecoklatan, sedikit bergabus (Siregar,1995).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan “Teknik Penyadapan Karet (Hevea brasilliensis Muell. Arg.) ” ini adalah mengetahui cara-cara melakukan penyadapan tanaman karet.
Kegunaan Penulisan
-        Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di  Laboratorium Budidaya Kelapa Sawit dan Karet, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
-        Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Menurut Nazaruddin dan Paimin (1998) klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae
Divisi               : Spermatophyta
Subdivisi         : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Euphorbiales
Famili              : Euphorbiaceae
Genus              : Hevea
Spesies            : Hevea braziliensis Muell. Arg.
Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing, tepinya rata dan gundul (Anwar, 2001).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks ( Http://id.wikipedia.org, diakses 2 Maret 2010 ).
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Sistem perakaran yang bercabang pada setiap akar utamanya            (Santosa, 2007).
Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnaya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas       (Aidi dan Daslin, 1995).
Bunga pada tajuk dengan membentuk mahkota bunga pada setiap bagian bunga yang tumbuh. Bunga berwarna putih, rontok bila sudah membuahi, beserta tangkainya. Bunga terdiri dari serbuk sari dan putik (Maryadi. 2005).
Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS
dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat (Suhendry, I. 2002).
Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25° C sampai 35 ° C dengan suhu optimal rata-rata 28° C. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Santosa. 2007.).


2.2.Sejarah karet
Tanaman Karet di temukan pertama kali di Benua Amerika. Pada saat Christopher Columbus menemukan Benua Amerika pada tahun 1476, ia melihat suku asli Amerika, Indian bermain bola dengan sesuatu yang bisa memantul bila jatuh ke tanah. Benda  berupa tersebut terbuat dari campuran akar, kayu dan rumput yang dicampur dengan bahan yang di panaskan dengan api dan di dibentuk bulat.Pada tahun 1731, para Ilmuawan tertarik untuk menyelidiki benda yang bisa memantul tersebut. Belakangan di ketahui benda tersebut di sebut dengan lateks. Seorang Ilmuwan ber kebangsaan Prancis, Presnau, telah menemukan sutau tanaman di Hutan Amazon Brazil yang bisa menghasilkan lateks. Istilah biologinya tanaman ini mempunyai nama species Havea Brasilienss.
Tanaman inilah yang kemudian di sebut oleh orang Indonesia sebagai tanaman Karet. Dan kini tanaman karet sudah di budi dayakan secara lebih maju di Wilayah Asia Tenggara. Bahkan Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia dan Thailand merupakan Negara penghasil karet terbesar di dunia.
Dengan perkembangan teknologi dan science kini tanaman karet sudah di jadikan tanaman industri. Hal ini di mulai ketika seorang bernama Charles Goodyear melakukan penelitian pada tahun 1938. Berdasarkan hasil penelitiannya, jika karet yang dihasilkan dari tanaman karet tersebut di campur dengan belerang dan dipanaskan akan menjadi elastis dan tidak terpengaruh oleh cuaca. Sebelum penelitian ini di lakukan, karet masih menunjukkan sifat aslinya, yaitu akan mudah menjadi beku pada suhu rendah. Terutama pada musim dingin dan jangka waktu lama. Sehingga benda-benda yang terbuat dari karet juga akan menjadi beku.Temuan oleh Charles Goodyear ini, para ahli menyebutnya dengan proses vulkanisasi. Proses inilah yang akhirnya berkembang menjadi industri karet menjadi lebih maju seperti sekarang.Di Negara kita Indonesia, tanaman karet   sudah di tanam sejak lama. Namun penanamannya di lakukan secara tradisional tanpa memperhatikan kualitas. Baru pada tahun 1910, dilakukan seleksi tarhadap tanaman yang mempunyai kualitas baik dari sisi pertumbuhan dan produksinya, yang kemudian di budi dayakan kembali.
Pada tahun 1917 ditemukan teknik okulasi untuk memperbaiki kualitas tanaman karet. Dengan teknik okulasi ini, sifat dan kualitas tanaman dan karetnya bisa lebih di pertahankan.
Hingga kini tanaman karet sudah menjadi tanaman sumber ekonomi bagi masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Pedesaan. Bahkan data tahun 2011 menunjukkan jumlah perkebunan karet di Indonesia sudah mencapai 4,9 juta hektar lebih.  Dan di tahun 2012 di perkirakan sudah mencapai 5,2 juta hektar lebih. Sementara hasil produksi karet kering Indonesia pada tahun 2012, diperkirakan sudah mencapai 612 ribu ton lebih.

2.3 Sejarah Industri Karet di PT.BUDIDUTA AGROMAKMUR
Awalnya sebelum ditanami tanaman karet terlebih dahulu perkebunan milik PT.BUDIDUTA AGROMAKMUR adalah kebun akan tetapi karena pohon kakaonya sudah rusak akhirnya ditanami tanaman karet. Pada saat ada tanaman kakao ada juga tanaman kakao akan tetapi PT.BUDIDUTA AGROMAKMUR fokus kepada tanaman kakao.
PT.BUDIDUTA AGROMAKMUR ini mulai berdiri antara tahun 1973-1990an. Untuk proses pengolahan dipabrik mulai sejak tahun 1992 akan tetapi hanya sampai pada proses penggumpalan lump. Proses pengolahan hingga ke sheet itu dimulai sejak tahun 1993 karena pada tahun 1992 karet yang dipanen masih muda dan jika dilakukan proses pengolahan hingga menjadi sheet maka karet akan mudah rusak dan hasilnya akan jelek karena karet terlalu muda
Pengolahan yang dilakukan oleh pabrik tersebut menggunakan bahan baku yang langsung diperoleh dari hasil perkebunan mereka sendiri. Mereka tidak menerima bahan baku dari petani karet yang ada disekitar pabrik mereka karena hasil dari kebun mereka sendiri sudah mencukupi/memenuhi untuk mereka olah dipabrik mereka.
2.4 Kondisi dan Letak Pabrik Pengolahan Karet
Luas area keselurahan pabrik dan kebun yaitu 178,5 ha,  417,3 ha tanaman karet baru,PBM tanaman yang belum di sadap  2191,78 ha, 1495,93 ha produksi, total 7,68 ha.
Kondisi pabrik disini dapat dikatakan sudah baik, karena pabrik ini sudah bisa mengolah hasil karet yang dari kebun mereka hingga menjadi lembaran-lembaran karet yang baik dan mereka juga sudah mengimport karet tersebut. karet yang mereka hasilkan tidak hanya dijual didalam negeri akan tetapi juga keluar negeri dan mereka juga hanya memproduksi sheet 1.
Letak pabrik untuk industri pengolahan karet ini juga dikatakan sudah baik, karena sudah jauh dari pemukiman masyarakat sehingga asap yang dihasilkan oleh pabrik tidak mengganggu masyarakat dan menurut salah satu karyawan yang bekerja di pabrik itu untuk limbah yang dihasilkan juga tidak terlalu berbahaya karena sudah pernah dilakukan penelitian dari dinas kesehatan.







BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Pengolahan Karet
Dalam hal proses pengolahan lateks di tempat pengolahan atau pabrik, biasanya memiliki urutan kerja tertentu untuk menghasilkan hasil olah lateks berupa lembaran (sheet). Pengolahan sheet oleh perkebunan dilaksanakan di pabrik pengolahan dengan menggunakan peralatan yang lebih baik dan dengan kapasitas yang lebih besar. Oleh karena itu, sheet yang dihasilkan berkualitas tinggi. Standar kualitas yang tinggi tersebut dapat dicapai karena proses pembuatannya dilaksanakan sesuai dengan persyaratan pengolahan yang memenuhi standar.pekerjaan tersebut meliputi:
1.Penerimaan lateks
Lateks hasil penyadapan yang berasal dari berbagai bagian kebun diangkut dengan tangki yang ditarik truk ke pabrik. Dipabrik lateks diterima dan di campur dalam bak penerimaan. lateks yang dimasukan ke dalam bak penerimaan harus disaring terlebih dahulu untuk mencegah aliran lateks yang terlalu deras dan terbawanya lump atau kotoran lainnya.
2.Pengenceran lateks
Pengenceran lateks atau memperlemah kadar karet adalah menurunkan kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet yang terkandung dalam lateks sampai diperoleh kadar karet baku sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan sheet, yaitu sebesar 13%, 15%, 16%, atau20% sesuai dengan kondisi dan peralatan setempat.
3.Pembekuan lateks
Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan butir butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi satu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini lateks pelu dibubuhi obat pembeku(koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Menurut penelitian, terjadinya poses koagulasi adalah karena terjadinya penurunan pH. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. supaya tidak terjadi pengumpalan,pH yangmendekati netral tersebut harus diturunkan sampai 4,7. Pada kemasaman ini tercapai titik isoelektris atau keseimbangan muatan listrik pada permukaan pertikel pertikel karet, sehingga partikel partikel karet tersebut dapat menggumpal menjadi satu. Penurunan pH ini terjadi dengan membubuhi asam semut 1% atau asam cuka 2% ke dalam lateks yang telah diencerkan(Lukman. 1985).
4.Penggilingan
Koagulum yang didapatkan dari lateks tersebut di ambil dan digiling dengan mesin penggiling manual atau otomatis. Mesin penggiling tersebut terdiri dari mesin penggiling halus dan mesin penggiling cetakan. Tujuan dari gilingan ini adalah:
ü  Mengubah koagulum menjadi lembaran lembaran yang mempunyai lebar,panjang dan tebal tertentu
ü  Untuk mengeluarkan serum yang terdapat di dalam koagulum

5.Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan sheet supaya tahan lama saat disimpan karena dengan menggunakan asap yang mengandung fenol akan dapat mencegah tumbuhnya mikroorganisme dalam sheet, untuk mengeringkan sheet supaya tida mudah diserang mikroorganisme, untuk memberikan warna coklat muda dengan asap sehingga mutunya meningkat. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan kayu bakar dan panas. Perlu pengaturan sirkulasi udara dan jumah asap untuk mendapatkan hasil pengeringan yang baik.
Lembaran lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran sheet. Lembaran lembaran yang telah dihasilkan dari mesin penggiling selanjutnya akan dikeringkan dengan cara dijemur pada selayan selayan di pabrik. Salah satu alasan kenapa di pabrik selalu tinggi bertujuan sebagai penjemuran lembaran sheet (Williams, 1975).
6. Sortasi dan Pembungkusan
Setelah diasap dan dikeringkan, maka sheet dapat dipilih berdasarkan beberapa macam kriteria mutu tertentu. Dasar penentuan mutu RSS secara visual dan organoleptik adalah sebagai berikut:
-          jumlah kapang
-          keseragaman warna
-          noda oleh benda asing (kebersihan)
-          gelembung udara
-          kekeringan
-          berat antara 1-1,5 kg per lembar
-          tebal sheet 2,5-3,5 mm dan lebarnya 4,5 mm
 (Djumarti,2011).
Kegiatan sortasi ini biasanya dilakukan di atas meja sortasi kaca berwarna putih susu (Setyamidjaja, 1993).

3.2.Perbedaan Pengolahan Karet Crepe dan Sheet
            Pada dasarnya pengolahan karet sheet sama dengan karet crepe hanya terletak pada pengenceran air yang digunakan KKK 20% untuk karet crepe bila karet sheet 15%, pada proses penggilingan karet crepe itu rata tidak berpatron, kasar tidak licin. Saat proses pengeringan karet crepe tidak dilakukan pengasapan karena karet crepe harus berwarna putih (Anonim, 2011).

3.3.Manfaat lateks secara umum
Untuk pembuatan barang-barang dari lateks, maka konsentrat lateks cair pertama-tama dicampur dengan beberapa bahan kimia kompon, setelah itu cetakan bentuk yang diinginkan dicelupkan ke dalam campuran lateks agar terjadi pengendapan lapisan lateks tipis. Pencelupan bisa dilakukan menggunakan atau tanpa menggunakan bahan kimia penstabil (yakni celup penggumpal atau celup langsung). Pada umumnya, pelumeran dilakukan pada tahap proses tertentu, dan produk diawetkan pada suhu 100°-120°C. Pembuatan kompon karet kering adalah untuk memproduksi berbagai produk elastis yang berguna dengan menggunakan zat pengikat silang (cross-linking agents). Lateks banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan karet kering yang selanjutnya menjadi bahan mentah untuk industri pembuatan ban, pipa karet, selang, sepatu/sandal, komponen otomotif, komponen engineering, lem, dan beberapa peralatan rumah tangga (Anonim.2011)
3.4.Mekanisme Penambahan Asam Format, Asam Asetat, Amoniak, dan CMC
           1 Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
            Lateks mempunyai pH 6,9 - 7,2 terdapat dalam bentuk cair karena bermuatan negatif, tetapi bila ditambahkan asam organik atau anorganik misal asam asetat dan asam format  sampai pH mendekati titik isoelektrik (pH 3,8 - 5,3 atau 4,2) maka terjadi penggumpalan lateks dimana dengan adanya penambahan asam asetat dan asam format yang berlebihan atau sekaligus diberikan maka akan terjadi penambahan muatan positif sehingga antara partikel terjadi kekuatan saling tolak-menolak atau lateks masih dalam keadaan cair. Kestabilan lateks dipengaruhi muatan listrik dari lateks. Muatan listrik tergantung dari pH lateks. Pada pH tertentu muatan listrik akan mencapai nilai 0 yaitu pada titik isoelektrik dan pH berkisar 4,2 - 4,7. Pada pH tersebut protein tidak stabil, tetapi pada pH ini lateks tidak segera menggumpal karena partikel masih diselubungi mantel air. Dengan tidak stabilnya protein maka protein akan menggumpal dan lapisan ini akan hilang sehingga antar butir terjadi kontak dan akhirnya menggumpal. Dalam kenyataannya keadaan ini sukar tercapai atau terjadi karena partikel karet sudah saling berlekatan sehingga meskipun bermuatan positif, karetnya sendiri sukar untuk menjadi yang lebih kecil seperti dalam keadaan semula (Djumarti, 2011).

           




BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
            Pertama sampai di PT.BUDIDUTA AGRO MAKMUR saya baru pertama kali melihat pabrik pengolahan karet dengan jelas, dan ketika saya mendengarkan penjelasan dari bapak pemandu praktek pengolahan karet itu sendiri saya merasa sangat terbantu dengan adanya praktek kunjungan ini, mulai dari proses pengambilan sampel,pengilingan, pengasapan dan sampai pengemasan. Tetapi selain dari pada tahu cara proses pengolahan nya pemandu praktek pabrik pengolahan karet itu juga manjelaskan tentang jenis-jenis karet olahan yaitu: RSS1, RSS2, RSS3,dan RSS4, dari ke empat jenis karet ini yang paling bagus adalah RSS1 dan harga dari harga dari RSS1 perbadaan harganya sebanyak RP.2.000 dari jenis RSS2.
            Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengolahan karet untuk mendapatkan kualitas karet yang baik yaitu:1. Kebersihan alat pada saat menyadap, 2.pemberian antikoagulan kedalam lateks segar supaya latek masih dalam keadaan mencair pada saat dibawa ke pabrik sehingga mudah dalam pengolahan nya dan ini juga membantu berkurangnya gelembung-gelembung pada karet yang sudah digiling dan di keringkan. Dari kapasitas dan kemampuan pabrik untuk mengolah hasil lateks dari kebun seluas 417,3 ha pabrik ini sangat efisien dan sangat layak untuk mengulah lateks setiap hari nya.
            Dari pengadaan pabrik ini sendiri hanya ada 1 yang kurang yaitu pengolahan limbah, cairan bekas dari penggilingan latek itu di biarkan begitu saja padahal limbah itu sendiri mengandung ammonia, asam semut yang berfungsi menyuburkan tanaman karet tersebut dan limbah itu bias dialirkan ke pohon karet yang belum di sadap sehingga mengurangi pengeluaran pembelian pupuk.

DAFTAR PUSTAKA
.

ü  Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan Lateks. Jember : FTP UJ.

ü  Handoko, B dan Kosasih. 1995. Penuntun Analisis Lateks. Bogor : Balai Penelitian Perkebunan Bogor.

ü  Loo, T.G. 1973. Penuntun Praktis untuk Pembuatan Karet. Jakarta : PT. Kinta.

ü  Lukman. 1985. Penyadapan dan Stimulasi Tanaman Karet. Medan : BPP.

ü  Setyamidjaja, Djoehana. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Yogyakarta : Kanisius.

ü  Siregar, Rudi. 2009 Morfologi Tanaman Karet . http://rudi-siregar.blogspot.com/2009/01/morfologi-tanaman-karet.html [ diakses tanggal 15 Desember 2012]

ü Tim Penulis PS. 1999. KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan     Pengolahan. Jakarta : Penebar Swadaya.

ü  Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor : Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar